" NAMA Syekh Nawawi Banten begitu melegenda di Indonesia. Bahkan
namanya sering disamakan kebesarannya dengan tokoh ulama klasik madzhab
Syafi’i Imam Nawawi (676 Hijriah atau l277 Masehi). Melalui
karya-karyanya yang tersebar di pesantren-pesantren tradisional yang
sampai sekarang masih banyak dikaji. Nama kiai asal Banten ini seakan
masih hidup dan terus menyertai umat memberikan wejangan ajaran Islam
yang menyejukkan.
Di setiap majlis ta’lim, karyanya selalu dijadikan rujukan utama
dalam berbagai ilmu, mulai dari ilmu tauhid, fiqh, tasawuf sampai
tafsir. Karya-karyanya sangat berjasa dalam mengarahkan mainstream
keilmuan yang dikembangkan di lembaga-Iembaga pesantren yang berada di
bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU).
Sayid ’Ulamail Hijaz adalah gelar yang disandangnya. Sayid adalah
penghulu, sedangkan Hijaz wilayah Saudi sekarang, yang di dalamnya
termasuk Mekkah dan Madinah.
Dialah Syekh Muhammad Nawawi, yang lebih dikenal orang Mekkah sebagai Nawawi al-Bantani, atau Nawawi al-Jawi.
“Al-Bantani menunjukkan bahwa ia berasal dari Banten, sedangkan
sebutan Al-Jawi mengindikasikan muasalnya yang Jawa, sebutan untuk para
pendatang Nusantara karena nama Indonesia kala itu belum dikenal.
Kalangan pesantren sekarang menyebut ulama yang juga digelari asy-Syaikh
al-Fakih itu sebagai Nawawi Banten,” kata Ismetullah Al Abbas, pewaris
Kesultanan Banten, ketika ditemui di rumahnya di kompleks Masjid Banten,
Banten, beberapa waktu lalu.
Menurut sejarah, Syekh Nawawi Banten memiliki nama lengkap Abu Abd al-Mu’ti Muhammad bin Umar al- Tanara al-Jawi al-Bantani.
Ia lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani.
Dilahirkan di Kampung Tanara, Serang, Banten pada tahun 1815 Masehi atau
1230 Hijriah. Pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriah atau 1897 Masehi.
Nawawi menghembuskan nafasnya yang terakhir di usia 84 tahun.
Memiliki karomah kakinya bersinar saat gelap
Sebagai tokoh kebanggaan umat Islam di Jawa khususnya di Banten, Umat
Islam di Desa Tanara, Tirtayasa, Banten, setiap tahun di hari Jumat
terakhir bulan Syawwal selalu diadakan acara khol untuk memperingati
jejak peninggalan Syekh Nawawi Banten.
Ismet mengungkapkan, Syekh Nawawi memiliki karomah. Di antara karomah
beliau adalah, saat menulis syarah kitab Bidayatul Hidayah (karya Imam
Ghozali), lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang dalam
perjalanan dengan unta. Tapi di jalan pun ia tetap menulis.
Beliau berdoa, bila kitab ini dianggap penting dan bermanfaat buat
kaum muslim, ia mohon kepada Allah SWT memberikan sinar agar bisa
melanjutkan menulis.
“Tiba-tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, bersinar terang, dan
beliau meneruskan menulis syarah itu hingga selesai dan bekas api di
jempol tadi membekas, hingga saat Pemerintah Hijaz memanggil beliau
untuk dijadikan tentara (karena badan beliau tegap), ternyata beliau
ditolak, karena adanya bekas api di jempol tadi,” ujarnya.
Bertahun-tahun dikubur jasad utuh
Karomah yang lain, tampak saat beberapa tahun setelah beliau wafat,
makamnya akan dibongkar oleh pemerintah untuk dipindahkan tulang
belulangnya dan liang lahatnya akan ditumpuki jenazah lain (sebagaimana
lazim di Ma’la).
Saat itulah para petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah Syekh
Nawawi (beserta kafannya) masih utuh walaupun sudah bertahun-tahun
dikubur.
“Bila pergi ke Mekkah, Insya Allah kita akan bisa menemukan makam
beliau di Pemakaman Umum Ma’la. Banyak juga kaum muslimin yang
mengunjungi rumah bekas peninggalan beliau di Tanara, Serang, Banten.
Letaknya di belakang masjid Nawawi di Tanara,” ujar Ismet.
Kyai Hashim Ashari sering disebut sebagai tokoh yang tidak bisa
dilepaskan dari sejarah berdirinya NU, maka Syekh Nawawi adalah guru
utamanya.
Konon, di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya ini,
seringkali Kyai Hashim Ashari bernostalgia bercerita tentang kehidupan
Syekh Nawawi, kadang mengenangnya sampai meneteskan air mata karena
besarnya kecintaan beliau terhadap Syekh Nawawi. (viva.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar