Artinya: “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy)
memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu,
atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS Al-Anfal [8]: 30).
Imam Ahmad menguraikan berkenaan dengan firman Allah tersebut,
berkaitan dengan orang-orang kafir Quraisy yang tengah menggelar
pertemuan di Makkah, dengan satu tujuan hendak menangkap, memenjarakan,
atau membunuh atau mengusir Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Mereka gelisah dan ketakutan dengan dakwah Nabi yang makin hari makin
banyak orang bersimpati bahkan bergabung ke dalam ajarannya, Al-Islam.
Ajaran yang mengajarkan agar menyembah, beribadah, berhukum, berpemimpin
dan setia hanya kepada Allah robbul ‘alamin.
Ya, dakwah yang sangat fenomenal sepanjang 13 tahun di Mekkah, telah
memberikan pengaruh sangat besar hari demi hari di kalangan masyarakat,
khususnya di kalangan para pemuda.
Para pejabat, pembesar, tokoh di kota Mekkah pun melakukan rapat
gabungan untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan dakwah Islam. Dalam
rapat tersebut telah diketengahkan tiga rencana; pertama menjebloskan
Nabi ke dalam penjara. Kedua, mengucilkan Nabi jauh dari kota Mekkah.
Dan ketiga, membunuh Nabi. Akhirnya dipilih rencana ketiga untuk
membunuh Nabi.
Artinya: “Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekkah) untuk mengusirmu darinya; dan kalau terjadi demikian, niscaya-sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja”. (QS Al-Isra [17]: 76).
Pada saat itu juga, Fatimah puteri Nabi, masuk menemui Nabi, yang juga ayahnya, seraya menangis. Maka Nabi bertanya, “Wahai puteriku, apakah yang menyebabkan engkau menangis?”
Fatimah menjawab, “Wahai ayahku, bagaimana aku tidak menangis,
sedangkan golongan orang-orang yang terkemuka dari kabilah Quraisy telah
membuat perjanjian atas nama Lata, Uzza, dan Manat di Hijir, bahwa
seandainya mereka melihatmu, maka mereka akan bersama-sama bangkit ke
arahmu untuk membunuhmu secara beramai-ramai. Tidak ada seorang pun
dari mereka melainkan telah mengenali bagiannya dari darahmu.”
Beliau pun kemudian meminta kepada puterinya, “Ambilkanlah air wudhu untukku.” Lalu Rasulullah berwudhu, kemudian keluar menuju masjid.
Ketika mereka orang-orang kafir Quraisy melihat Nabi, mereka serentak berteriak, “Ini dia orangnya!”
Namun dengan serta merta kepala mereka tiba-tiba tertunduk dan mereka tidak dapat mengangkat pandangannya.
Lalu Rasulullah mengambil segenggam pasir dan menaburkannya di atas kepala mereka seraya bersabda, “Semoga wajah-wajah ini kelilipan.”
Maka, kelak pada Perang Badar setelah Nabi hijrah ke Madinah, tiada
seorang lelaki pun dari mereka yang terkena oleh pasir itu, melainkan
tewas di medan tempur Perang Badar dalam keadaan kafir.
Allah pasti sangat mengetahui hal itu, dan memperlihatkan kepada
Nabi-Nya tercinta atas hal itu. Maka Ali bin Abi Thalib ditugasi Nabi
untuk tidur di tempat tidur Nabi sementara beliau keluar rumah.
Lalu beliau keluar sendirian melewati kaum Musyrik yang telah berada
di depan pintu rumahnya. Nabi pun atas perintah Allah, menebarkan pasir
kepada mereka, dan seketika mereka tertidur, kemudian beliau taburkan
pasir itu ke atas kepala mereka.
Mereka tidak dapat melihatnya karena Allah telah menutupi mata mereka dari Nabi-Nya hingga mereka tidak dapat melihatnya.
Nabi saat itu membaca firman-Nya, Surat Yaasiin ayat 1-9:
Artinya: “Yaa Siin. (1) Demi Al Qur’an yang penuh hikmah, (2)
sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, (3) [yang berada] di
atas jalan yang lurus, (4) [sebagai wahyu] yang diturunkan oleh Yang
Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (5) Agar kamu memberi peringatan
kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan,
karena itu mereka lalai. (6) Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan
[ketentuan Allah] terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak
beriman. (7) Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka,
lalu tangan mereka [diangkat] ke dagu, maka karena itu mereka
tertengadah. (8) Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di
belakang mereka dinding [pula], dan Kami tutup [mata] mereka sehingga
mereka tidak dapat melihat. (9). (QS Yasin [36]: 1-9).
Pada saat mereka memasuki pagi hari, mereka menyerbu. Saat mereka
melihat Ali, mereka bertanya, “Mana sahabatmu ini?” Ali pun menjawab,
“Saya tidak tahu.”
Lalu mereka mengikuti jejak Muhammad yang mereka cari. Setelah mereka
sampai di bukit, mereka menjadi kebingungan, lalu mereka menaiki bukit
itu dan melewati Goa Tsur. Mereka melihat pada mulut gua itu ada sarang
laba-laba. Mereka berkata, “Seandainya Muhammad memasukinya di sini,
pastilah sarang laba-laba ini tidak ada.”
Setelah tiga hari tiga malam bersembunyi di dalam Goa Tsur,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disertai sahabat setianya Abu
bakar Ash-Shiddiq melanjutkan perjalanan hijrah ke Madinah.
Lalu, setibanya di Madinah, Allah menurunkan kepadanya surat Al-Anfal ayat 30 tersebut, yang artinya:
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya
upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu,
atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu
daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS Al-Anfal [8]: 30).
Dari ayat tersevut paling tidak terdapat dua dua hal besar yang dapat kita ambil pelajarannya.
Pertama, logika, tipu daya, makar, dari para penentang dakwah Allah
adalah dengan menebar ancaman penjara, teror dan pengucilan. Sedangkan
cara yang dilakukan para Nabi dalam menyebarkand akwahnya adalah dengan
mengajar, membina, dan membersihkan jiwa.
Kedua, Allah tidak tidur, “Gusti Allah mboten sare”, kata orang Jawa.
Bahwa Allah akan senantiasa melindungi para pengikut jalan kebenaran.
Karena itu, barangsiapa yang melakukan konspirasi terhadap mereka kaum
Mukminin, terhadap orang-orang shalih, terhadap ulama pewaris para Nabi,
maka berarti akan berhadapan dengan Allah. Dan Allah sendiri yang akan
membalasnya.
Dan melindungi, menyelamatkan, menolong serta membela orang-orang beriman adalah memang sudah menjadi kewajiban Allah.
Artinya: “Kemudian Kami selamatkan Rasul-Rasul Kami dan orang-orang
yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan
orang-orang yang beriman”. (QS Yunus [10]: 103).
Semoga Allah menolong mereka orang-orang beriman yang istiqamah,
ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam menegakkan agama Allah. Aamiin.
(RS2/RS1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar