➲Terkadang kita secara tak sadar telah menaruh harapan pada seseorang.
Kita tengah menanti kedatangannya, menunggunya pulang.
Sementara ia tak
pernah dengan sengaja memberi ruang pengharapan. Ia hanya ingin
berinteraksi dengan lebih nyaman sesuai dengan kapasitas yang
dibutuhkan.
Kitalah yang membangun ruang pengharapan itu sendiri. Kita
yang senang sekali membayangkan seseorang datang menuju kemari.
Lalu, pada suatu waktu kita menuai kecewa dari harapan yang kita pupuk
di pekarangan yang salah.
Kita menuntut seseorang yang telah membiarkan
kita dengan sengaja berharap tanpa lelah. Padahal ia tidak sama sekali
berniat membuat kita seperti itu. Bahkan bisa saja ia membantu kita
untuk menjaga agar hati tak salah berharap bukan pada Yang Satu. Kita
mengutuki perbuatannya yang kita sebut-sebut telah menyakiti. Kita
melabeli orang tersebut sebagai seorang peluka hati.
Bisa tidak, jika mulai detik ini kita mulai untuk bijak pada perasaan
yang mungkin tumbuh di dalam hati. Merawat dengan sebaik-baik cara agar
tidak melebihi cinta pada Ilahi. Menjaga dengan segenap hati agar kita
tak menyakiti diri sendiri. Bahwa perihal berharap tidak boleh kita
tumbuhkan kepada selain Dia. Bahwa kita harus belajar mengelola rasa
yang tiba-tiba bersarang di dalam dada. Agar tak salah menaruh harapan
dan tak berujung pada luka.
Sekalipun ada seseorang yang sengaja membuat kita berharap padanya,
tugas kita adalah membuat hati dan mata untuk tetap terbuka. Kitalah
yang harus mampu menahan dan mengendalikan gemuruh rasa.
Dan kepada
orang lain, kita tidak bisa membiarkan ia tenggelam dalam pengharapan
yang secara tak sadar telah kita berikan. Bila ia tak mampu bijak dengan
sebentuk perasaan, tugas kitalah yang harus membantunya bangun dari
segala rasa nyaman. Meskipun (dengan sangat terpaksa) harus sedikit
membuatnya terluka, namun lebih baik adanya daripada berujung pada luka
yang begitu hebatnya. Sebab cinta itu adalah tentang menjaga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar