"PERKEMBANGAN Islam di tanah air, khususnya di Pulau
Jawa tak bisa dilepaskan dengan peran Wali Songo. Para wali ini
menyebarkan syiar agama Islam pada abad ke 14 yang dimulai dari pesisir
utara Jawa seperti Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban di Jawa Timur
(Jatim) dan Demak, Kudus, Muria di Jawa Tengah (Jateng) serta Cirebon di
Jawa Barat (Jabar).
‘Songo’ dalam bahasa Jawa berarti sembilan, jadi Wali Songo berarti
sembilan wali. Namun namun ada pula yang menganggap kata ‘Songo’ berasal
dari bahasa Arab yakni ‘Tsana’ yang berarti kemuliaan. Pendapat lain
menyebutkan Wali Songo sebenarnya merupakan nama sebuah majelis dakwah
yang dibentuk Sunan Gresik pada tahun 808 Hijriah atau 1404 Masehi.
Ada beberapa hal yang belum banyak diketahui masyarakat perihal Wali
Songo. Mulai dari asal para sunan (wali), metode syiar maupun tradisi
yang dibawanya. Berikut fakta menarik tentang Wali Songo.
Masih Keluarga
Hampir semua Wali Songo sebenarnya masih memiliki hubungan
kekerabatan. Wali pertama yakni Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
merupakan keturunan ke 22 dari Nabi Muhammad dan disebut-sebut berasal
dari jazirah Arab.
Sunan Gresik kemudian memiliki anak yakni Raden Rahmat yang juga
mendirikan pesantren di daerah Ampel Denta Surabaya yang kemudian
dikenal dengan nama Sunan Ampel. Dari Sunan Ampel lahirlah dua orang
anak yang nantinya juga menjadi wali yakni Sunan Drajat dan Sunan
Bonang.
Di padepokan Sunan Ampel juga belajar seorang sepupunya yang bernama
Joko Samudro. Ulama yang lebih dikenal dengan nama Raden Paku ini
kemudian bergelar sebagai Sunan Giri.
Keturunan Raja
Meski tidak semua, namun para wali ternyata masih keturunan raja-raja
di tanah Jawa. Sunan Gunung Jati misalnya, merupakan salah satu
keturunan raja dari Kerajaan Pajajaran. Sunan Kalijaga juga merupakan
anak dari Adipati Tuban, yaitu Arya Wilaktika.
Membentuk Kebudayaan Jawa
Wali Songo masuk ke tanah Jawa saat ajaran Hindu - Budha masih dianut
masyarakat. Dalam syiarnya, para wali sengaja tak ingin mengubah
kebudayaan yang telah berlaku di kalangan masyarakat, namun justru
menjadikannya sebagai media dakwah.
Seperti yang dilakukan Raden Syahid atau Sunan Kalijaga yang
melakukan dakwah dengan pendekatan kesenian wayang. Wayang Purwa yang
berasal dari ajaran Hindu diisi dengan ajaran Islam seperti adanya Jimat
Kalimosodo yang dimiliki oleh Prabu Puntodewo. Jimat atau pusaka
tersebut digambarkan sebagai kalimat Syahadat.
Pendekatan lain yang kini menjadi tradisi yakni budaya Nyadran,
ziarah kubur saat bulan Ruwah dalam kalender Jawa atau bulan Rajab pada
kalender Hijriyah. Dahulu masyarakat sering memberikan sesaji di kuburan
leluhur, oleh Sunan Kalijaga kebiasaan itu dijadikan sebagai media
dakwah.
Sesaji yang dahulu diberikan dan ditinggal di kuburan diganti dengan
tumpeng yang kemudian dimakan warga secara bersama-sama saat Nyadran.
Selain itu dalam Nyadran juga diisi dengan membaca ayat-ayat yang
bertujuan untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal.
Pendiri Pesantren
Wali Songo juga meninggalkan tradisi hebat untuk membentuk generasi
Islami, yakni mendirikan pondok pesantren. Awalnya Sunan Gresik
menyebarkan Islam dengan mendirikan pondokan untuk mengajar agama di
Gersik.
Berawal dari pondok tersebut kemudian Sunan Ampel mengembangkannya
menjadi pesantren. Pendirian pondok pesantren ini kemudian juga diikuti
beberapa wali serta para santri lainnya hingga saat ini. (Van )
http://krjogja.com/
Pusaka Peninggalan sunan kalijaga
Translate
About Me

Tidak ada komentar:
Posting Komentar