⺡Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau
sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.
” Ibnu ‘Abbas
mengatakan,
لاَ بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ الخَلَّ أَوْ الشَّيْءَ مَا لَمْ يَدْخُلْ
حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ “Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa
mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.”
(HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf no. 9277. Syaikh Al Albani
dalam Irwa’ no. 937 mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Mencicipi makanan terlarang
bagi orang yang tidak memiliki hajat, akan tetapi hal ini tidak
membatalkan puasanya. Adapun untuk orang yang memiliki hajat, maka
hukumnya seperti berkumur-kumur.” (Majmu’ Fatawa, 25/266-267, Maktabah
Syamilah)
Yang termasuk dalam mencicipi adalah adalah mengunyah makanan untuk
suatu kebutuhan. ‘Abdur Rozaq dalam mushonnaf-nya membawakan Bab
‘Seorang wanita mengunyah makanan untuk anaknya sedangkan dia dalam
keadaan berpuasa dan dia mencicipi sesuatu darinya’. ‘Abdur Rozaq
membawakan beberapa riwayat di antaranya dari Yunus dari Al Hasan,
رَأَيْتُهُ يَمْضَغُ لِلصَّبِي طَعَامًا وَهُوَ صَائِمٌ يَمْضَغُهُ ثُمَّ
يُخْرِجُهُ مِنْ فِيْهِ يَضَعَهُ فِي فَمِ الصَّبِي
Aku melihat beliau mengunyah makanan untuk anak kecil –sedangkan beliau
dalam keadaan berpuasa-. Beliau mengunyah kemudian beliau mengeluarkan
hasil kunyahannya tersebut dari mulutnya, lalu diberikan pada mulut anak
kecil tersebut.” *** Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar